sederet kamus
Search Articles
Translate: Tutorial:

Contoh Pidato Hari Pendidikan Nasional dalam Bahasa Inggris

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei. Hari tersebut bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, yang merupakan tokoh pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara berperan dalam memungkinkan akses pendidikan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia, pada zaman penjajahan Belanda. Tut Wuri Handayani merupakan pepatah dari Ki Hajar Dewantara yang hingga saat ini masih menjadi semboyan pendidikan di Indonesia. Berikut adalah contoh pidato dalam bahasa Inggris mengenai Hari Pendidikan Nasional.

Good morning, my dearest students. I’m very proud to be able to speak in front all of you today, in front of the future of Indonesia.

I know that sometimes, as a student, you don’t feel like going to school. There are subjects that you feel no interest at all. Exams make you giddy, some teachers just feel scary. And somehow, there is always too many homeworks. I even know that at this moment, all of you are praying for my speech to be over as soon as possible.

On some days you just hate school. And I totally understand that. Because I used to feel that too when I was a student. But believe me, having no education is the worst thing that can ever happen to someone’s life. Without it, you would not be able to have a dream or a chance to have a better life. It is not debatable that having education opens the door to limitless opportunities.

And in the history of Indonesia, there was a time when education was a rare thing and considered special. Back then during colonization, not every Indonesians had access towards education. Kids your age, would probably working on the fields. And it wasn’t even for their own welfare, but rather for the invaders.

There were only a few Indonesians who had the privilege to go to school, such as the nobles. But thank God, that one of the noble was Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara had been involved in anticolonialism movement since a very young age. He was one of the key people behind Boedi Oetomo, the first native organization that ignited the spirit of Indonesian National Awakening. Ki Hajar Dewantara was also a reporter who was bold and not afraid to speak up his opinion, even the one that he knew was going to provoke the invaders themselves.

He was even exiled at the age of 24, because of one of his article titled ‘If I were a Dutchman’. His article was judged to be too provoking and the invaders feared that it would cause people to revolt at some point. Thus, he was exiled to the Netherlands. But that turned out to be the turning point of his life, and even more, for Indonesia’s education.

During his exile he got the idea of creating a proper educational system for Indonesians, especially the commoners. He then succeeded to obtain a diploma in education from Europe. In 1919, he finally went back to Indonesia and established the first ever school that was accessible to commoners, called Taman Siswa. Since then, education had gradually become more accessible towards Indonesian, despite their social class.

Had there not been Taman Siswa, there would be no new intellectuals who would later fight for Indonesia’s independence. Had there not been a breakthrough by Ki Hajar Dewantara, all of you would not be able to be educated as today. His merit towards this country was indeterminable.

Now, we commemorate the national education day every second of May, which coincides with the birthday of Ki Hajar Dewantara. A man, whose visions, selflessness, sincerity and sacrifices have succesfully made the education be accessible.

Therefore, today I want you to be a little bit grateful for having the privilege to receive education. Let’s not waste the opportunity of receiving education to waste.

Terjemahan :

Selamat pagi, murid-murid yang tercinta. Saya sangat bangga karena bisa berbicara di hadapan murid-murid sekalian, para penerus Indonesia.

Saya tahu bahwa terkadang, sebagai murid, anda merasa malas pergi ke sekolah. Ada mata pelajaran yang sama sekali tidak anda sukai. Ujian membuat anda pusing, beberapa guru anda takuti. Dan, entah mengapa, PR yang ada dapatkan rasanya selalu terlalu banyak. Saya bahkan tahu bahwa pada saat ini, anda sekalian berdoa agar pidato saya cepat usai.

Terkadang anda membenci sekolah. Dan saya sangat mengerti itu. Karena saya dulu juga merasakan hal tersebut ketika masih sekolah. Tapi percayalah, tidak memperoleh pendidikan sama sekali adalah hal yang paling buruk yang bisa terjadi pada hidup seseorang. Tanpa pendidikan, anda tidak akan bisa memiliki cita-cita atau kesempatan untuk memiliki hidup yang lebih baik. Tidak dapat diperdebatkan bahwa dengan memperoleh pendidikan banyak pintu kesempatan yang dapat terbuka.

Dan dalam sejarah Indonesia, ada waktu ketika pendidikan merupakan hal yang langka dan dianggap spesial. Dulu ketika zaman penjajahan, tidak semua orang Indonesia memiliki akses terhadap pendidikan. Anak-anak seusia kalian mungkin justru bekerja di sawah. Dan itu dilakukan bukan untuk kesejahteraan mereka, melainkan untuk penjajah.

Hanya segelintir orang Indonesia yang berkesempatan untuk bersekolah, seperti para priyayi. Tapi syukurlah, salah satu dari priyayi tersebut adalah Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara telah terlibat pada gerakan anti kolonialisme sejak usia yang sangat muda. Dia adalah salah satu tokoh di balik Boedi Oetomo, organisasi asli Indonesia pertama yang menyulut semangat Kebangkitan Nasional Indonesia. Ki Hajar Dewantara juga merupakan seorang wartawan yang berani dan tidak takut untuk menyuarakan opininya, meskipun opini tersebut dapat memprovokasi para penjajah.

Beliau bahkan diasingkan pada umur 24 tahun, karena salah satu artikelnya yang berjudul ‘If I were a Dutchman’. Artikel tersebut dinilai terlalu provokatif dan para penjajah khawatir bahwa hal tersebut akan menyebabkan rakyat berevolusi. Maka dari itu, beliau diasingkan ke Belanda. Tapi, hal tesebut justru menjadi titik balik bagi beliau, dan bahkan, bagi pendidikan di Indonesia.

Selama pengasingan, beliau mendapat ide untuk membuat sistem edukasi yang layak, terutama bagi warga Indonesia biasa. Dia lalu berhasil memperoleh diploma bidang pendidikan dari Eropa. Pada 1919, Ia kembali ke Indonesia dan mendirikan sekolah pertama yang dapat diakses oleh warga Indonesia biasa, yang disebut Taman Siswa. Sejak itu, pendidikan menjadi lebih dapat diakses oleh warga Indonesia, terlepas dari kelas sosial mereka.

Jika tak ada Taman Siswa, tidak akan ada para intelek baru yang kemudian berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Jika tidak ada terobosan dari Ki Hajar Dewantara, murid-murid sekalian tidak akan dapat dididik seperti sekarang. Jasanya bagi negara ini tidaklah dapat dijabarkan.

Sekarang, kita memeringati Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei, yang bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara. Seseorang, yang visi, ketidakegoisan, keikhlasan, dan pengorbanan telah berhasil membuat pendidikan dapat diakses.

Maka dari itu, hari ini Saya ingin anda untuk sedikit bersyukur karena dapat mengenyam pendidikan. Jangan sia-siakan kesempatan kita dalam memperoleh pendidikan.